UAN, Aku BENCI Padamu !


Tak lama lagi, UAN (Ujian Akhir Nasional) atau UN (Ujian Nasional) –whatever- akan menjelang kita. Persiapan mati-matian harus dilakukan oleh semua murid sekolahan di seluruh Indonesia, mulai dari SD sampai SMA, semua deg-degan. Tak terkecuali diriku ini. Jujur saja, aku sudah mulai stres berat karena masa-masa UAN yang semakin hari semakin dekat saja. Tiap hari dihantui rasa takut kalau nanti nggak lulus, meskipun terkadang rasa optimis yang teramat sangat besar juga melanda.

Aku selalu bertanya-tanya, kenapa UAN mesti ada sih?

Jawaban untuk pertanyaanku ini cuma satu dan itu selalu berulang-ulang diucapkan oleh pihak yang berwenang mengurusi masalah UAN dan segala tetek bengeknya itu, Negara Indonesia yang tercinta ini membutuhkan sebuah standar yang akan menentukan apakah generasi mudanya mampu bersaing di kancah internasional atau tidak. Hey pemerintah, kalian pikir kami kurang berprestasi sampai bisa diterima tanpa tes di universitas terkenal di luar negeri dan kalian tidak meluluskan kami di UAN? Seharusnya ketika aku dan para murid lain di seluruh Indonesia bertanya, kenapa UAN mesti ada, kalian jawab saja apa adanya, butuh uang. Gampang kan! Nggak usah sok manis dengan sejuta alasan ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Aku terlalu emosi? Ya iyala, tentu saja. Pemerintah dengan gampangnya melaksanakan UAN setiap tahunnya tanpa memikirkan berbagai dampak negatif yang justru terbentuk karena adanya UAN. Bukan hal yang baru lagi kalau tiap tahunnya, setelah pelaksanaan UAN, setiap stasiun televisi menyiarkan para murid yang depresi, bunuh diri, nggak mau melanjutkan sekolahnya karena malu, bla, bla, bla. Kita semua tahu kan itu semua karena apa. Karena UAN yang teramat agung.

Beberapa tahun yang lalu pernah diberitakan, salah seorang murid berprestasi dari sebuah sekolah unggulan di Jakarta yang sudah diterima di salah satu universitas ternama di luar negeri, gagal dalam UAN yang otomatis menyatakan dia tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke bangku kuliah. Hello, negara lain mau menerima murid Indonesia, kok negara sendiri malah nggak meluluskan sih? Bisa dibayangkan kan, bagaimana kecewanya murid tersebut. Impian untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri untuk mendapatkan ilmu yang lebih banyak demi memajukan bangsa, malah harus pupus hanya karena lembar jawaban yang tidak bisa diterima oleh mesin pemindai jawaban. Sedangkan temannya, yang nilainya biasa-biasa saja tanpa ada prestasi sama sekali dan bisa dibilang nakal, malah bisa lulus UAN dengan mudahnya.

Tidak heran jika banyak murid yang merasa pesimis dengan UAN. Sekolah setiap hari selama 3 tahun harus berakhir dalam waktu 2 jam × 6 hari. Apakah waktu yang hanya 12 jam itu sebanding dengan 6 jam × 317 hari sekolah × 3 tahun? TIDAK!

Semestinya, keberadaan UAN tidak dijadikan tolak ukur untuk menentukan kelulusan seorang murid. Seharusnya, penentuan lulus atau tidaknya seorang murid itu sekolah yang menentukan, karena biar bagaimanapun guru lebih mengenal muridnya daripada pemerintah yang hanya tahu membuat peraturan seenak jidatnya. Bahkan Mahkamah Agung pun setuju dengan masyarakat untuk menghentikan pelaksanaan UAN, karena berdasarkan tinjauan langsung ke lapangan, dampak negatif dari UAN memang jauh lebih banyak dari pada dampak positifnya. Tapi pemerintah, yang sepertinya sudah mati rasa, tetap saja melaksanakan UAN di tahun ini. Huff. Nggak kasian apa ya, melihat para generasi muda bangsa jadi menderita? Coba aja deh, kalau para pemerintah kita yang terhormat di dudukkan di hadapan soal-soal UAN, kira-kira mereka bisa nggak ya, ngerjainnya?

Dengan adanya UAN ini, secara nggak langsung, pemerintah Indonesia sudah mengajarkan pada rakyatnya untuk berbuat kecurangan. Tahulah, yang namanya UAN nggak mungkin lepas dari yang namanya serangan fajar, kunci jawaban, contekan, dan berbagai nama lainnya yang semuanya mengarah pada praktek kebohongan secara massal di seluruh Indonesia. Bukan hanya para murid yang berusaha mati-matian untuk mencari jawaban dari soal-soal UAN, para orangtua pun ikut membantu anak-anak mereka dengan menghalalkan segala cara, termasuk di antaranya membayar hingga jutaan rupiah hanya untuk selembar jawaban yang belum bisa dipastikan kebenarannya.

Hmm, ini semua sekedar pendapat dari seorang murid SMA biasa yang merasa sangat nervous menjelang UAN. Jadi, tolong bagi siapa saja yang membaca posting-an saya ini, jangan langsung men-judge saya macam-macam. Kalau anda bisa bertanya kepada seluruh murid Indonesia bagaimana pendapat mereka tentang UAN, saya berani menjamin sebagian besar akan beranggaapan sama dengan saya. Kalau pun ada yang tidak, mungkin mereka hanya berpura-pura berani menghadapi tantangan besar ini. Ini bukan pertama kalinya saya menjadi peserta UAN, tapi UAN tahun ini benar-benar menentukan nasib masa depan yang sudah saya rancang dengan begitu cemerlangnya, dan saya tidak ingin gagal untuk meraih masa depan saya itu hanya karena UAN yang amat sangat saya benci tapi tetap harus aku laksanakan sebagai tanda bakti dan cintaku pada negeri. Hahaha.

Well, semua murid di seluruh Indonesia, dari SD sampai SMA, sekolah negeri, swasta, maupun sekolah agama, mari kita bersama-sama berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan kemudahan dalam menghadapi UAN. Dan semoga di tahun ini, tidak ada seorang pun dari kita yang akan merasakan kekecewaan yang sama yang dirasakan teman-teman kita di tahun-tahun kemarin. Amin.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑